ASKEP
PADA PASIEN GBS
A. PENGERTIAN
GBS merupakan suatu kelompok
heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang
jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri.
Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.
Guillain Barre Syndrome (GBS) atau
yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau
yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy
(AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan
menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai
saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana
sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
B. ETIOLOGI
Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris
secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering
disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data
bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Penyebab
yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering
disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit
ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan
untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni. Lebih
dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu
sebelum onset, antara lain :
- Peradangan saluran napas bagian
atas
- Vaksinasi
- Diare
- Kelelahan
- Peradangan masa nifas
- Tindakan bedah
- Demam yang tidak terlalu tinggi
C. TANDA
DAN GEJALA
•
Sulit dideteksi pada awal kejadian
– Gejala berupa flu, demam,
headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah.
–
Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :
•
Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
•
Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)
•
Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola
mata, mimik wajah, bicara, dll
•
Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
•
Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
–
Gangguan frekuensi jantung
–
Ganggua irama jantung
–
Gangguan tekanan darah
•
Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh
•
Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.
D. PATOFISIOLOGI
Tidak ada yang mengetahui dengan
pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui
ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri,
dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya
sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada
GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson
saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat
sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf,
namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme
(misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel
sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme
tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan
makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan
limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin
dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan
sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal
saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal
sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung
myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat
ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara
utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus
Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi
sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak
terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau
immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing
dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam
darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel
leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya
membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin
akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak
oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut,
jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik,
dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu;
sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot,
kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk
berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat sementara,
sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti
dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia,
dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari
sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal.
Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis,
menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat
diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom
(involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada
sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan
timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun
paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS dapat
dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung
myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang
melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal
ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai
demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel
saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus,
yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson
saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi
pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal
saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul
kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe
ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang
kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang
dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan
myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan
permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf
spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat
juga ikut terlibat.
E. Komplikasi
1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
2. Tetraparese oleh karena penyebab lain
3. Hipokalemia
4. Miastenia Gravis
5. adhoc commite of GBS
6. Tick Paralysis
7. Kelumpuhan otot pernafasan
8. Dekubitus
1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
2. Tetraparese oleh karena penyebab lain
3. Hipokalemia
4. Miastenia Gravis
5. adhoc commite of GBS
6. Tick Paralysis
7. Kelumpuhan otot pernafasan
8. Dekubitus
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.
1. Dukungan pernafasan dan
kardiovaskuler
Jika vaskulatur pernafasan terkena,
maka mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik. Mungkin perlu dilakukan trakeostomi
jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal
pernafasan harus diantisipasi sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak
jelas sejauh apa paralisis akan terjadi.
Jika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan
drastis dalam tekanan darah (hipotensi dan hipertensi) serta frekuensi jantung
akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Pemantauan jantung akan
memungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan depat. Gangguan
sistem saraf otonom dapat dipicu oleh Valsava maneuver, batuk, suksioning, dan
perubahan posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan dengan
sangat hati-hati.
2. Plasmaferesis
Plasmaferesis dapat digunakan baik
untuk SGB maupun miastenia gravis untuk menyingkirkan antibodi yang
membahayakan dari plasma. Plasma pasien dipisahkan secara selektif dari darah
lengkap, dan bahan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma diganti dengan yang
normal atau dengan pengganti koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai
melakukan penggantian plasma ini jika didapati keadaan pasien memburuk dan akan
kemungkinan tidak akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu.
3. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi
bagian dari perhatian pad pasien dengan SGB. Nyeri otot hebat biasanya
menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit stimulasi listrik
transkutan dapat berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri merupakan
hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan penyembuhan sementara. Nyeri
biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi, mencegah tidur, dan
narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak
mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal
pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan
narkotik.
4. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat harus
dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan per oral, dapat dipasang
selang peroral. Selang makan, bagaimana pun, dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan dengan cermat oleh
dokter dan perawat.
5. Gangguan tidur
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat menjadi masalah
berat untuk pasien dengan gangguan ini,terutama karena nyeri tampak meningkat
pada malam hari. Tindakan yang memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol
lingkungan yang cermat (mis, mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang
tenang) dapat membantu untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus
selalu diingat bahwa pasien yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi
mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak
mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau
lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan.
Membuat jadwal rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi
ketakutan.
5. Dukungan emosional
Ketakutan, keputusasaan, dan
ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan keluarga sepanjang
perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang intervensi dan
kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk membuat
keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan pemulihan. Kadang pasien seperti sangat sulit untuk
dirawat karena mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat
menggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat
harus mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu
lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan
pasien dan keluarga rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat
menjadi sumber informasi dengan konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan
keluarga harus dilakukan secara.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
v Identitas klien : meliputi nama,
alamat, umur, jenis kelamin, status
v Keluhan utama : kelumpuhan dan
kelemahan
v Riwayat keperawatan : sejak kapan,
semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita
penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
v B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak,
pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk
turun, resiko akumulasi secret.
v B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi /
bradikardi, wajah kemerahan.
v B3 (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan,
ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua
keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
v B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi
urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
v B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah,
kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya
sensasi anal.
v B6 (Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko
cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi, paraplegi.
Pemeriksaan FT
Pemeriksaan FT
•
Anamnesis
–
Keluhan utama pasien
•
Rasa lemas seluruh badan dan disertai adanya rasa nyeri
•
Paraestasia jari kaki s/d tungkai
•
Progresive weakness > 1 Ekstremitas
•
Hilangnya refleks tendon
–
Pendukung
•
Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu
•
Gangguan sensory Ringan
•
Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak
•
Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil
•
Tidak ada demam
•
Inspeksi
–
Tampak kelelahan pada wajah
–
Otot-otot bibir terkesan bengkak
–
Kemungkinan adanya atropi
–
Kemungkinan adanya tropic change
•
Palpasi
–
Nyeri tekan pada otot
•
Auskultasi
–
Breathsound terdengar cepat
•
Vital Sign
–
Blood Preasure
•
Labil (selalu berubah-ubah)
–
Heart Rate
•
Tachicardy
•
Cardiac arythmia
–
Respiratory Rate
•
Hyperventilasi
Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
•
Aktif
–
Kekuatan otot
•
Pasif
–
Lingkup Gerak Sendi, endfeel
•
Tes Isometrik Melawan Tahanan
–
Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.
–
Gangguan sendi dimungkinkan pada kasus yang telah lama
Pemeriksaan Khusus
–
Kekuatan Otot
•
MMT
–
Vital Capacity (Spirometry)
–
Sensorik
•
Dermatom Test
•
Myotom Test
–
Mobilitas Thorax
•
Mid line lingkar thorax
–
Tendon refleks
–
Lingkar otot
•
Mid line lingkar otot
–
ROM
•
ROM Test (Goniometer)
–
Fungsional
•
ADL
•
IADL
–
Laboratorium
–
Lumbar punksi
•
Cairan cerebrospinal dijumpai peningkatan protein, berisi 10 atau sedikit
mononuclear leukosit/mm3
–
Electro Diagnostik (EMG)
•
Kecepatan hantar saraf melemah
Prinsip Penanganan
ü Pemeliharaan sistem pernapasan
ü Mencegah kontraktur
ü Pemeliharaan ROM
ü Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated
ü Re-edukasi otot
ü Dilakukan sedini mungkin
•
Deep breathing Exercise
•
Mobilisasi ROM
• Monitor
Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat dimulai
•
Change position untuk mencegah terjadinya decubitus
ü Gerak pasif general ekstermitas
sebatas toleransi nyeri untuk mencegah kontraktur
ü Gentle massage untuk memperlancar sirkulasi
darah
ü Edukasi terhadap keluarga
Diagnosa
keperawatan
1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Ggn komunikasi verbal
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
6. Resiko terjadi trauma
7. Resiko terjadi disuse syndrome
8. Kecemasan pada orang tua
4. Rencana keperawatan
Dx : Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva
Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi
Tindakan:
- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam
- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction
- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 %
- Monitor status hidrasi
- Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan
- Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab
Dx : Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dengan adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paru
Tujuan : Setelah dirawat
- BGA dalam batas normal
- Wh -/-, Rh -/-, suara paru +/+
- Cyanosis (-), SpO2 > 95 %
Tindakan:
- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam
- Monitor SpO2 setiap jam
- Monitor respirasi dan cyanosis
- Kolaborasi :
• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2
• Analisa hasil BGA
Dx. : Resiko tinggi terjadi infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus
Tujuan : setelah dirawat diharapkan
- Tanda-tanda infeksi (-)
• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-),
• Suhu tubuh 36,5-37 oC
• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)
Tindakan :
- Rawat ETT setiap hari
-Lakukan prinsip steril pada saat suction
- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari
- Ganti kateter setiap 72 jam
- Kolaborasi :
• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi
• Penggantian insersi surflo dengan vanocath
• Pemeriksaan leuko
• Pemeriksaan albumin
• Lab UL
• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg
Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS
Tujuan : Setelah dirawat
-Kontraktur (-)
- Nutrisi terpenuhi
- Bab dan bak terbantu
- Personal hygiene baik
Tindakan:
- Bantu Bab dab Bak
- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam
- Mandikan klien setiap hari
- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam
- Berikan latihan pasif 2 kali sehari
- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik
- Monitor status neurologi setiap 8 jam
- Kolaborasi:
• Alinamin F 3 X 1 ampul
• Sonde pediasuer 6 X 50 cc
• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis
1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Ggn komunikasi verbal
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
6. Resiko terjadi trauma
7. Resiko terjadi disuse syndrome
8. Kecemasan pada orang tua
4. Rencana keperawatan
Dx : Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva
Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi
Tindakan:
- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam
- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction
- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 %
- Monitor status hidrasi
- Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan
- Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab
Dx : Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dengan adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paru
Tujuan : Setelah dirawat
- BGA dalam batas normal
- Wh -/-, Rh -/-, suara paru +/+
- Cyanosis (-), SpO2 > 95 %
Tindakan:
- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam
- Monitor SpO2 setiap jam
- Monitor respirasi dan cyanosis
- Kolaborasi :
• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2
• Analisa hasil BGA
Dx. : Resiko tinggi terjadi infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus
Tujuan : setelah dirawat diharapkan
- Tanda-tanda infeksi (-)
• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-),
• Suhu tubuh 36,5-37 oC
• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)
Tindakan :
- Rawat ETT setiap hari
-Lakukan prinsip steril pada saat suction
- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari
- Ganti kateter setiap 72 jam
- Kolaborasi :
• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi
• Penggantian insersi surflo dengan vanocath
• Pemeriksaan leuko
• Pemeriksaan albumin
• Lab UL
• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg
Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS
Tujuan : Setelah dirawat
-Kontraktur (-)
- Nutrisi terpenuhi
- Bab dan bak terbantu
- Personal hygiene baik
Tindakan:
- Bantu Bab dab Bak
- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam
- Mandikan klien setiap hari
- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam
- Berikan latihan pasif 2 kali sehari
- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik
- Monitor status neurologi setiap 8 jam
- Kolaborasi:
• Alinamin F 3 X 1 ampul
• Sonde pediasuer 6 X 50 cc
• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis
Dx.
Kecemasan pada orang tua b.d ancaman kematian pada anak serta perawatan yang lama
Tujuan :
Tujuan :
-
Setelah dirawat klien dapat menerima keadaan dan kooperatif terhadap tindakan
yang akan dilakukan
Tindakan :
Tindakan :
-
He tentang penyakit GBS, perjalanan penyakit dan penanganannya.
- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath
- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath
- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar