ASKEP
EPILEPSI
- Pengertian
Epilepsi
merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari
pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan
listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik
dan laboratorik.
- Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia
berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan
80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa
rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang
penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. Hasil
penelitian Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di
kalangan penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil
penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
- Etiologi
Penyebab spesifik dari
epilepsi sebagai berikut :
- Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
- Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
- Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
- Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
- Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
- Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
- Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
- Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
1. Epilepsi
Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau
gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak
yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:
1.
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.
Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.
Tumor Otak
6.
Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto,
2007)
2.
Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada
masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi,
fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus
alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step /
childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
- fever / panas (these are called febrile seizures)
- genetic causes
- head injury / luka di kepala.
- infections of the brain and its coverings
- lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.
- hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)
- disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.
- Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
- Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
- Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
- Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas
kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan.
Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara
kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin.
- Klasifikasi
Sawan
Parsial
i.
Sawan parsial sederhana
ii.
Sawan parsial kompleks
Sawan
Umum
- Sawan lena
- Sawan mioklonik
- Sawan klonik
- Sawan Tonik
- Sawan tonik-klonik
- Sawan atonik
Sawan tak tergolongkan
- Manifestasi Klinis
- Sawan Parsial (lokal, fokal)
-
Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
- Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
- Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
-
Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
-
Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,
mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa
di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-
Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
-
Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
-
Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
-
Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat
suatu fenomena tertentu, dll.
-
Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
- Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
- Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
- Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
- Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
- Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
- Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
- Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai
pada anak.
1.
Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
- Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
- Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
- Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,
lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama
sekali pada anak.
- Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
- Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda
yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang
meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien
kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa
lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung
menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
- Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
- Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
- Pemeriksaan Diagnostik
- Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
-
Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
-
Mengalami complex partial seizure
-
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
-
Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
-
Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar
1 jam setelah kejang demam adalah normal.
-
Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk
dilakukan.
- EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam
yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau
segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran
gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit,
kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang
demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
- Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang
baru terjadi untuk pertama kalinya.
- CT Scan
Untuk
mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral
- Magnetik resonance imaging (MRI)
- Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
: membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi, purpura,
memar, pembengkakan.
Palpasi
: pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan
pada abdomen.
Perkusi
: perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi :
bunyi jantung, suara napas, bising usus.
Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari
ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program
yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu
tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja,
wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes,
atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena
lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada
janin selama kehamilan dan persalinan. Program skrining untuk mengidentifikasi
anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan
dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi
gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Hal yang tak
boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :
·
Meletakkan benda di mulutnya.
Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama serangan mendadak,
menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu. Anda malah
mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.
·
Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan
anak-anak, secara ajaib memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat
serangan mendadak. Mencoba membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan
tidak baik juga.
·
Berupaya menyadarkan si anak
dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut selama dia mendapat serangan mendadak,
kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir, segera berikan alat
bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.
Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang
mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala,
dll. Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th
sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian
pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental
di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.
Penatalaksanaan
- Farmakoterapi
-
Anti konvulsion untuk mengontrol kejang
- Pembedahan
Untuk pasien
epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
Jenis obat yang
sering digunakan :
- Phenobarbital (luminal).
Paling sering
dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
- Primidone (mysolin)
Di hepar
primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah
DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat
terhadap petit mal.
Efek samping
yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
- Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang
sering disertai gangguan tingkahlaku.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo,
disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
- Diazepam.
Biasanya
dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m.
hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v.
atau intra rektal.
- Nitrazepam (Inogadon).
Terutama
dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
- Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat
pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
- Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi
grand mal pun dapat dipakai.
Obat ini dapat
meninggikan kadar GABA di dalam otak.
Efek samping
mual, muntah, anorexia
- Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang
dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini
menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
- ACTH
Seringkali
memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Status
epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit
atau serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar
kembali. Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi
vital, meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan
jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta
dilanjutkan dengan pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV.
Diazepam per rektum merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk
penatalaksanaan epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat
menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja
yang lebih panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di
atas usia 2 tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan
intervensi segera untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan
kematian.
Penatalaksanaan
gawat darurat
Kejang
tonik-klonik
Selama kejang :
Waktu episode
kejang
-
lakukan pendekatan dengan tenang
-
jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
-
letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia
kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
-
Jangan :
- Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
- Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
- Memberikan makanan atau minuman
-
Longgarkan pakaian yang ketat
-
Lepaskan kacamata
-
Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya
-
Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan
-
Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi
Setelah kejang
:
-
Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)
-
Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
-
Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
-
Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan
-
Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring
-
Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya
-
Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan refleks
menelan pulih
-
Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan
-
Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)
- Prognosis
Perjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak yang mengalami
kejang bergantung pada etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat
keluarga serta riwayat penyakit. Pasien epilepsi yang berobat teratur,
sepertiga akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah
serangan terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi,
dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami
remisi. Meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan
munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik dan
sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah relaps sesudah
remisi.
Faktor resiko yang berhubungan dengan kekambuhan epilepsi antara
lain usia 16 tahun atau lebih, minum lebih dari satu macam obat antiepilepsi,
mengalami kejang setelah pengobatan dimulai, memiliki riwayat kejang
tonik-klonik generalisata primer atau sekunder atau hasil EEG menunjukkan
kejang mioklonik dan memiliki EEG yang abnormal. Resiko kekambuhan kejang
menurun bila terjadi pemanjangan periode tanpa kejang.
Prognosis setelah dilakukan terapi status epileptikus lebih baik
daripada dilaporkan sebelumnya. Mayoritas anak kemungkinan tidak mengalami
gangguan intelektual. Kemungkinan besar anak yang menderita gangguan kognitif
atau meninggal dunia sudah memiliki riwayat keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan, abnormalitas neurologik, atau menderita penyakit serius yang
berulang.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan
yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program
rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang
digunakan?
- 1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis.
- 2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk
RS. keluhan utama pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan
turun, demam, perasaan tidak enak badan, nyeri pada ektremitas.
- 3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel,
kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan ( ptekia, ekimosis,
pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan tedapat pembesaran
hati, limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi
dengan atau tanpa pembengkakan.
- 4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya
riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan keadaan penyakit sekarang perlu
ditanyakan.
- 5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah
diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap
penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit
contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah
- 6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya faktor
hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu
dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama
serangan :
-
Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
-
Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
-
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
-
Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang
tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
-
Apakah pasien menggigit lidah.
-
Apakah mulut berbuih.
-
Apakah ada inkontinen urin.
-
Apakah bibir atau muka berubah warna.
-
Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
-
Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
sisi atau keduanya.
2. Sesudah
serangan
-
Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan
bicara
-
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
-
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan.
-
Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut
jantung.
-
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat
sebelum serangan
-
Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
-
Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
-
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik
maupun visual.
4. Riwayat
Penyakit
-
Sejak kapan serangan terjadi.
-
Pada usia berapa serangan pertama.
-
Frekuensi serangan.
-
Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,
keadaan emosional.
-
Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
-
Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
-
Apakah makan obat-obat tertentu
-
Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan
fisik
a. Aktivitas
Gejala :
kelelahan, malaise, kelemahan.
Tanda :
kelemahan otot, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala :
palpitasi.
Tanda :
Takikardi, membrane mukosa pucat.
c. Eliminasi
Gejala : diare,
nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan /
cairan
Gejala :
anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda :
distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
e. Integritas
ego
Gejala :
perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda :
depresi, ansietas, marah.
f. Neurosensori
Gejala :
penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,
kesemutan.
Tanda :
aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri /
kenyamanan
Gejala : nyeri
abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda :
gelisah, distraksi.
h. Pernafasan
Gejala : nafas
pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda :
dispnea, takipnea, batuk.
i. Keamanan
Gejala :
riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam,
infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
B. Diagnosa
Keperawatan
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
- Perfusi jaringan serebral tidak efektif
- Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
- Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
- Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
- Termoregulasi tidak efektif
- Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
- Defisit perawatan diri
- Gangguan persepsi sensori auditori
C. Intervensi
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami gangguan
pola napas dengan kriteria hasil :
-
RR dalam batas normal sesuai umur
-
Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaborasi
|
Kolaborasi
1. Dapat
menurunkan hipoksia serebral
|
- Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawtan selama … nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil:
- Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang dialami
- Klien tidak menangis lagi
- Wajah klien tampak ceria
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
- Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Kriteria hasil
:
- Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria
pengkajian fokus makna klinis
- Riwayat kejang
- Tingkatan kejangnya
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji karakteristik kejang
|
Untuk mngetahui seberapa besar tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian intervensi berjalan lebih baik
|
|
Benda tajam dapat melukai dan mencederai fisik pasien
|
|
Dengan meletakkan sendok diantara rahang atas dan rahang bawah,
maka resiko pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas pasien
menjadi lebih lancer
|
|
Obat anti kejang dapat mengurangi derajat kejang yang dialami
pasien, sehingga resiko untuk cidera pun berkurang
|
- Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
- pengetahuan keluarga meningkat
- keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
- keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kriteria pengkajian focus
|
Makna klinis
|
|
1 . pendidikan merupakan salah satu faktor penentu tingkat pengetahuan
seseorang
|
D. Evaluasi
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
RR dalam batas
normal sesuai umur
Nadi dalam
batas normal sesuai umur
- Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Klien secara
non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang
dialami
Klien tidak
menangis lagi
Wajah klien
tampak ceria
- Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Dapat
mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria
pengkajian fokus makna klinis
- i. Riwayat kejang
- ii. Tingkatan kejangnya
4.
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Pengetahuan
keluarga meningkat
Keluarga
mengerti dengan proses penyakit epilepsi
Keluarga klien
tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
videoslots : VideoSlots Forum
BalasHapusVideoslots Forum, vip community, sports betting, free slots, youtube downloader casino slots, poker games, pokies and If you want to play slots you can go for it.